the balebengong
Tempat Denpasar Berbagi Kabar
 
Monday, June 11, 2007
In Memoriam of Sekar
Oleh Made Ayu Putri Rasmini

Akhir perjuangan perempuan ODHA yang berhenti ikut terapi ARV.

Kisah nyata pengalaman Relawan Sobat mendampingi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) di rumah sakit.

Denpasar, 7 Juni 2007
Dering handphone membangunkan saya pagi itu pukul 07.15 Wita. Istina Dewi, Koordinator Sobat, kelompok dukungan sebaya pendorong kepatuhan ODHA untuk terapi antiretroviral (ARV) juga pendukung emosional bagi ODHA, mengirimkan kabar bahwa Sekar (bukan nama sebenarnya) meninggal dunia pagi itu.

Saya shock, sebab dua hari lalu dia masih sehat ketika saya dampingi, bahkan sempat makan nasi padang yang dibawakan rekannya, Ikha Widari. ”Ayo, Lan. Temenin aku makan. Aku gak selera kalo makan sendirian,” bujuk perempuan berusia 30an itu sambil memasukkan nasi ke mulutnya. Dia sangat menikmati nasi padang tersebut, meskipun sebenarnya dia tidak boleh makan nasi padang karena masih diare.

“Aku bosen sama menu rumah sakit, Lan,” ungkapnya sekaligus memberikan jawaban atas aksi mogok makan yang dilakukannya selama beberapa hari di rumah sakit. Tubuhnya makin tak bertenaga melawan penyakit akibat aksi mogok makan itu.

Sekar seorang perempuan positif HIV, bahkan sudah pada fase AIDS. Dia telah gagal melawan infeksi oportunistik sebagai dampak menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat HIV yang bersarang di tubuhnya. Tidak jelas dari mana dia tertular HIV, karena ada dua perilaku resiko yang dia lakukan.

Pertama, dia mantan pecandu narkoba suntik (penasun) atau injectng drugs user (IDU) sehingga sangat mungkin dia tertular HIV melalui pertukaran jarum suntik dengan sesama IDU yang HIV +. Kedua, dia menganut free sex alias suka berganti-ganti pasangan dan tanpa kondom. Hal ini juga memungkinkan dia tertular HIV melalui pertukaran cairan kelamin.

Dia melalui masa-masa perjuangan yang berat. Sekitar dua bulan terakhir pasca putus obat, kekebalan tubuhnya terus menurun. Dia digerogoti berbagai penyakit seperti batuk, panas-dingin dan diare. Akhirnya pada 28 Mei 2007 malam dia dilarikan ke instalasi gawat darurat Rumah Sakit Sanglah. Setelah menjalani tes diketahui dia menderita TBC dan diare. Makin hari kondisinya makin lemah. Apalagi karena dia mogok makan dan dehidrasi akibat diare berkepanjangan. Pada 3 Mei 2007 dia sesak nafas dan harus dibantu dengan tabung oksigen.

Sekar harus mengakhiri perjuangan hidupnya di hari ke-10. Ironisnya, sehari sebelum kematiannya, 6 Juni 2007, ada pemberitahuan dari pihak panitia bahwa abstrak yang ditulis olehnya untuk mengikuti Kongres ODHA dan orang hidup dengan ODHA (OHIDA) II pada 29 Juli - 1 Agustus di Jakarta berhasil lolos seleksi. Dia juga salah satu yang berhasil mendapatkan dukungan beasiswa dari Spiritia untuk mengikuti kongres tersebut. Seharusnya abstrak tersebut dipresentasikan secara lisan olehnya.

Sekar sudah memutuskan berhenti minum ARV (putus obat) sejak sepuluh bulan lalu, tanpa meminta pertimbangan siapa pun. Padahal ARV sangat membantu meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia ODHA dengan cara menghambat replikasi virusnya sehingga kekebalan tubuh akan meningkat maka ODHA jauh lebih mampu melawan infeksi yang menyerang. Daripada sama sekali tidak terapi ARV, ODHA akan lebih cepat memasuki fase AIDS seperti yang dialami Sekar di mana terjadi infeksi oportunistik.

ARV tidaklah seperti obat sakit kepala yang setelah sakit kepala hilang pengobatan dihentikan. ARV harus diminum seumur hidup ODHA. Jika putus obat akan mengakibatkan resistensi sehingga obat tidak lagi berfungsi. Paling parah adalah apa yang dialami Sekar, semua infeksi oprtunistik menyerang.

Kepatuhan merupakan tantangan berat bagi ODHA. Bukan sekadar masalah pengingatan minum obatnya, ada banyak alasan mengapa ODHA kesulitan dengan kepatuhan. ARV dipakai seumur hidup ODHA tersebut. Ini menjadi beban materiil, moril, fisik dan mental bagi ODHA. Belum lagi efek samping ARV yang harus dialami ODHA.

Sekar sempat memaparkan bahwa dia putus obat karena awalnya dia terkena efek samping ARV jenis efavirenz. Ketika itu dia ingin hamil sedangkan efavirenz yang dia konsumsi memberikan efek samping mengeringkan kandungan sehingga sulit hamil. Setelah konsultasi dengan dokter, Sekar mengganti ARV-nya dengan jenis lain yang lebih memungkinkan dia untuk hamil.

Namun, ternyata obat tersebut tidak cocok berinteraksi di dalam tubuhnya sehingga menimbulkan efek samping yang membahayakan jiwanya. Bahkan dia harus dirawat di rumah sakit selama empat hari.

Oleh dokter yang menangani, Sekar kemudian dianjurkan berhenti sementara mengonsumsi ARV sampai kesehatannya pulih. Jika pulih, ia kembali dianjurkan dokter mengonsumsi efavirenz lagi. Jadi dia mengurungkan niatnya untuk hamil.

Sekar yang salah paham, entah karena komunikasi yang kurang pas, merasa diperlakukan sewenang-wenang. “Kok seenaknya mutusin terapiku, apa tidak mikir kalau terjadi resistensi virus,” katanya jengkel. “Lagian juga aku lihat beberapa teman yang putus obat baik-baik saja,” imbuhnya mencari pembenaran atas keputusannya.

Padahal, sebenarnya, pertimbangan dokter pada saat itu adalah jika terapi dilanjutkan maka akan mengancam nyawa Sekar. Sebab obat itu tidak bereaksi dengan baik di dalam tubuhnya sehingga harus segera dihentikan pemakaiannya.

Setelah pulih rupanya dia menjadi cuek dan tidak patuh, tidak lagi seantusias dulu menjalani terapi. “Lha wong dokter saja berani mutusin terapiku dan aku baik-baik saja,” tandasnya.

Hal ini dia sembunyikan selama sekitar sepuluh bulan lamanya. Hingga suatu ketika saya mengungkapkan kekagetan dan kekhawatiran saya terhadap perubahan pada dirinya. Berat badannya merosot drastis. Dia panas dan batuk berkepanjangan. Pola makannya sangat buruk.

“Duh gobloknya aku ikut-ikutan orang lain,” ungkapnya menyesali keputusannya ketika infeksi penyakit kian membombardir tubuhnya.
Setidaknya kematian Sekar menjadi sebuah sinyal peringatan bagi ODHA lain yang saat ini berhenti terapi ARV. Maka, ODHA yang belum dan akan memutuskan terapi ini, sebaiknya berpikir matang jika memutuskan untuk ART begitu juga menghentikannya.

Hingga saat ini ART merupakan solusi yang paling tepat untuk membantu meningkatkan kualitas hidup dan memperpanjang usia ODHA, tentunya dengan konsekuensi logis bahwa ini dilakukan seumur hidup.

“Aku mau makan es krim aja masa gak boleh sih?” pintanya ketika panas badannya menghebat, bulir-bulir keringat menghiasi dahinya. Nampaknya ini permintaan terakhir Sekar sebelum sakratul maut menjemput ajalnya.

Suara isak tangis keluarga dan teman-teman almarhumah Sekar membanjiri ruangan jenazah pagi itu. Padahal tinggal selangkah lagi Sekar menuju pelaminan dengan Tony (bukan nama sebenarnya). Tetapi semua itu KANDAS seperti judul tulisan tentang kisah hidup Sekar yang ditulisnya dalam sebuah buku yang akan diterbitkan UNAIDS. Kedua putrinya, Dian dan Ari tak henti-hentinya meratapi jenazah ibunda mereka yang nampak tersenyum dalam pelukan kematian. Tumini, ibunda Sekar sangat menyesal tidak bisa melihat putrinya untuk terakhir kali karena Sekar sendiri yang melarang memberitahu keluarganya. Keluarga dan teman-teman tak henti-hentinya memanjatkan doa, semoga Sekar beristirahat dengan tenang dan diterima disisi-Nya.

Dedicated to my good buddy, Sekar.
I always remember bout time we had spent and story we had share together.
Thank u for the pretty memory you left for me.

Made Ayu Putri Rasmini, akrab dipanggil Ollan, adalah relawan Sobat di Yayasan Bali+, Kelompok Dukungan untuk orang dengan HIV/AIDS di Denpasar Bali.
posted by The Balebengong 8:29 AM  
 
0 Comments:
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: The Balebengong
Home: Denpasar, Bali, Indonesia
About Me: Tiap kabar bisa diceritakan di balebengong. Tidak harus kabar penting, kabar paling pribadi pun bisa. Sebab di balebengong, tiap orang bisa membuat cerita. Tidak hanya membacanya. Untuk berbagi kabar silakan kirim ke antonemus@yahoo.com atau slokainstitute@yahoo.com. Jika ada kabar penting bisa juga SMS ke 0817348794 atau telepon ke 0361-7989495
See my complete profile


previouspost
Liburan Sepi di Pasar Kumbasari
Eldah Terangkat Alang-alang
Lila Bhuwana
Aksi Walhi Bali
Liputan Eksklusif Wayan Sukarda
Kelinciku
Kebiasaanku yang Buruk. Ihhh, Malu....
Nak Nik, Kording ala Anak Subak Dalem
Tumor Membesar Setelah Dioperasi
Anak-anak Melawan Stigma dan Diskriminasi


myarchives
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
September 2007


mylinks
TemplatePanic
Blogger


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.