the balebengong
Tempat Denpasar Berbagi Kabar
 
Tuesday, June 26, 2007
Merayakan Galungan dengan Jotan
Oleh Anton Muhajir
Saya baru selesai sholat maghrib ketika pintu gerbang rumah seperti digeser orang. Kamar tempat saya sholat sekitar 10 meter dari pintu dari besi itu. Jadi saya bisa mendengar jelas ketika ada orang masuk rumah.

Saya keluar kamar. Dadong Devita mengetuk pintu. Dadong adalah sebutan untuk nenek di Bali. Devita mengacu pada nama cucunya.

Saya membuka pintu. Dadong masuk membawa sekeranjang buah dan kue. Ada apel, pir, pisang, jeruk, dan rambutan. Kuenya ada begina semacam kerupuk, jaja uli, tape ketan, dan krupuk melinjo.

Sekitar 15 menit sebelumnya, Gede, Bu Wayan, dan Made membawa kue dan buah yang sama. Buah dan kue di meja makan kami semakin penuh ketika Bu Mega juga membawa roti ke rumah malam itu.

Rumah kami di gang kecil pinggiran Denpasar utara. Sepanjang sekitar 50 meter gang itu tinggal aneka rupa keluarga dan berbeda agama.

Di ujung gang, persis di pinggir sungai, Bu Jeani dan Pak Anton tinggal bersama tiga anak mereka Jeani, William, dan Andrew. Pasangan ini beda agama. Bu Jeani muslim asli Padang. Pak Anton Katolik asli Timor Timur, yang kemudian jadi Timor Leste, dan kini warga Denpasar.

Keluarga saya sendiri muslim. Kami sekuler. Tidak ada tanda apa pun yang identik dengan agama apa pun di rumah kami. Bagi kami agama biarlah jadi urusan kami. Bukan untuk diperlihatkan pada orang lain. Istri saya orang Bali dan jadi muallaf ketika menikah dengan saya. Cerita ini sama dengan tetangga kami, Pak Sutir dan Bu Risma, yang kini punya dua anak.

Selebihnya, selain tiga keluarga itu, delapan keluarga lain beragama Hindu. Dan, besok tetangga-tetangga kami ini merayakan Galungan. Tapi, meski tidak beragama Hindu, kami ikut merayakan. Ya, lewat buah dan kue yang dibawa ke rumah kami petang tadi.

Tradisi membawa kue dan buah menjelang hari raya itu disebut ngejot. Tidak hanya menjelang Galungan tapi juga pada upacara lain seperti pernikahan, otonan (peringatan hari lahir), dan seterusnya. Ngejot sebenarnya biasa dilakukan pada tiap tetangga tanpa melihat agama atau suku apa pun. Namun karena tetangga yang Hindu juga merayakan, dan berarti punya buah dan kue yang sama, jadilah ngejot ini lebih banyak untuk yang beragama lain.

Tapi ini tidak mutlak. Kadang-kadang yang sama-sama merayakan Galungan pun berbagi kue atau buah terutama kue yang tidak mereka punyai. Misalnya memberi kue bolu pada tetangga yang tidak punya.

Ngejot, bagi saya, adalah wujud dari toleransi antar-tetangga. Bhinneka Tunggal Ika, kata Mpu Prapanca. Ini kalau dilihat dari perspektif agama. Tapi ngejot bisa juga adalah praktik dari sosialisme. Bukan sosialisme ideologis yang agak berat ala Hugo Chavez, Eva Morales, dan seterusnya, tapi cukup sosialisme sebagai praktik bertetangga, saling membagi apa yang kami punya.

Karena itu ngejot tidak melulu milik orang Hindu. Ketika merayakan lebaran Oktober tahun lalu, kami pun ngejot dengan membagi kue lebaran. Tidak hanya pada tetangga tapi juga pada keluarga di Padangsambian, Oongan, Jl Kenyeri, dan tentu saja mertua di Jl Banteng.

Ketika Natal pun kami mendapat jotan berupa nasi kotak dari Pak Anton, tetangga kami yang juga pegawai negeri tersebut.

Bagi sebagian orang mungkin ini terlalu romantik. Memang ada ketegangan-ketegangan hubungan antar warga akibat perbedaan itu. Namun ngejot bisa jadi salah satu upaya untuk mengingatkan warga bahwa kami bisa saling menghargai dan mengormati di antara perbedaan itu. Ngejot juga perlu terus dibiasakan karena ini soal perut juga. Kalau sudah tentang makanan kan paling gampang untuk mengajak orang.
Selain itu ngejot juga perlu diajarkan pada anak-anak. Biar mereka tidak salah paham lalu bilang, “Awas ada suster ngejot..” Eh, itu suster ngesot ya.. [+++]
-artikel ini juga dimuat di http://rumahtulisan.blogspot.com/-
posted by The Balebengong 9:11 PM  
 
1 Comments:
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: The Balebengong
Home: Denpasar, Bali, Indonesia
About Me: Tiap kabar bisa diceritakan di balebengong. Tidak harus kabar penting, kabar paling pribadi pun bisa. Sebab di balebengong, tiap orang bisa membuat cerita. Tidak hanya membacanya. Untuk berbagi kabar silakan kirim ke antonemus@yahoo.com atau slokainstitute@yahoo.com. Jika ada kabar penting bisa juga SMS ke 0817348794 atau telepon ke 0361-7989495
See my complete profile


previouspost
Di Mana Branding Bali Berada?
Pecandu Tuntut Vonis Rehabilitasi
Memilih Tempat Makan di Denpasar
Kuliner
Awas Tertipu Warung Nusa Lembongan
Ayam Dibui Menyiksa Polisi
Buku Soal Pariwisata Bali dan Terorisme
Kumbasari
Bali Shanti Shanti Shanti
Antara Ovu(m)lasi dan Seni


myarchives
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
September 2007


mylinks
TemplatePanic
Blogger


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.