the balebengong
Tempat Denpasar Berbagi Kabar
 
Tuesday, July 3, 2007
Melihat Bali di Bajra Sandhi

Oleh Yusuf Rey Noldy

Sejarah Bali terekam di Monumen Bajra Sandhi. Dari Pithecantropus Erectus hingga pembangunan kampus.


Meski lahir dan besar di Denpasar Kadek Adi Mantara, 27 tahun, belum pernah sama sekali melihat isi dalam monumen Bajra Sandhi di Renon, Denpasar. “Bagus ya di dalamnya?” tanya warga Ubung, Denpasar ini.

Mantara jelas rugi. Sebab, seperti nama panjangnya, Monumen Perjuangan Rakyat Bali Bajra Sandhi memuat sejarah panjang Bali sejak zaman 3000 sebelum masehi hingga 1975. Sejarah itu ditampilkan melalui visualisasi tiga dimensi yang sangat mirip dengan kondisi aslinya, paling tidak dari bentuk manusianya. Karena itu jalan-jalan ke Bajra Sandhi seolah melihat perjalanan waktu Bali selama ini.

Monumen Bajra Sandhi berada di bagian selatan Lapangan Renon, yang juga lapangan terluas di Denpasar. Pintu masuk monumen ini dari Jl Niti Mandala Renon. Renon merupakan kawasan pemerintahan (civic centre). Ada kantor gubernur dan kantor DPRD Bali di di sisi utara lapangan. Puluhan kantor pemerintah lain juga ada di sekitar lapangan ini.

Maka sangat gampang mencapai Renon. Naik motor jelas gampang. Naik taksi pasti tidak susah mencari. Naik angkutan umum, nah ini dia, yang agak susah. Bemo, sebutan warga Denpasar untuk angkutan umum, yang melewati jalan ini hanya bemo jurusan Sanur – Teuku Umar. Itu pun hanya searah karena jalan ini memang searah. Kalau dari Sanur, kita akan lewat persis di depannya. Kalau dari Jl Teuku Umar, kita akan berjalan sekitar 200 meter dari Jl Cok Agung Tresna di belakang kantor gubernur.

Kalau tidak salah ada juga bemo jurusan Ubung – Jl Teuku Umar. Bemo berwarna kuning ini kadang-kadang lewat Renon juga. Tapi ini tidak bisa dipastikan. Karena itu, jalan ke Renon paling gampang ya naik motor atau kendaraan pribadi lain. Ketika sudah sampai di daerah Renon, cari saja bangunan menjulag tinggi berwarna hitam yang bagian ujungnya mirip ujung genta.

Dari luar, bangunan Bajra Sandhi memang dibuat mirip genta yang biasa dipakai ketika upacara di Bali. Tentu saja bukan upacara bendera tapi upacara adat atau sembahyang. Genta ini biasa dipakai pedanda atau pemangku yang memimpin sembahyang. Bunyinya klinting-klinting-klinting.. Saya pernah mendengar bahwa bentuk seperti genta ini bermakna bahwa Bajra Sandhi berguna untuk mengingatkan kita akan sesuatu.

Sebenarnya ada beberapa pintu masuk ke dalam bangunan Bajra Sandhi. Namun demi keteraturan, mungkin, hanya ada satu pintu yang selalu dibuka yaitu di bagian selatan. Di sini juga ada penjaga dan pos membeli tiket. Untuk masuk hanya perlu bayar Rp 3000 untuk orang dewasa dan Rp 2000 untuk anak-anak.

Dengan harga segitu, kita bisa menikmati sejarah panjang Bali, dan indahnya Denpasar dari atas. Ini pengalaman asik.

Sejarah Bali itu ada di bagian diorama. Mengikuti bentuk luar monumen, diorama ini berbentuk melingkar. Ada 33 gambaran dalam bentuk tiga dimensi tentang sejarah Bali di dalam kaca besar. Ada patung-patung kecil di sana dengan keterangan tiga bahasa di luar, bahasa Bali dalam aksara Jawa Kuno, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

Gambaran pertama adalah sejarah Bali pada masa berburu dan mengumpulkan makanan. Terlihat manusia purba (Pithecanthropus Erecthus) sedang berburu babi menggunakan kapak genggam. Setelah itu berturut-turut ke kanan adalah gambaran Bali mendekati waktu saat ini: masa kerajaan, penjajahan Belanda, revolusi fisik, dan seterusnya. Gambaran terakhir adalah pembangunan kampus Universitas Udayana Bali di Jimbaran pada 1975. Inilah tahun terakhir sejarah Bali yang digambarkan.

Bentuk-bentuk patung kecil itu sangat hidup. Demikian pula suasana di belakangnya. Laut yang biru, gunung yang hijau, darah yang merah, mendung yang kelabu, semuanya begitu mirip aslinya.

Selesai dari diorama kita menuju puncak monumen yang tingginya 45 meter. Puncak ini adalah bagian dari ujung bangunan mirip genta tersebut. Jadi kalau bangunan ini adalah genta beneran, bagian puncak ini yang dipegang.

Untuk sampai atas, kita melewati tangga berundak memutar beralas karpet merah. Karena diameternya kecil, mungkin tak sampai empat meter, maka tangga memutar ini terasa sempit. Inilah bagian tidak enak di monumen Bajra Sandhi. Memutar sempit dengan tangan berpegang sisi luar tangga itu membuat kepala cepat pusing. Apalagi pegangan besi tingginya sekitar dada. Ada perasaan sedikit takut.

Tapi pusing dan takut itu segera hilang ketika sampai di atas. Jendela-jendela besar di sisi memutar puncak monumen membuat kita bisa melihat Denpasar sepuasnya meski tidak seluruh bagian Denpasar. Waaah, cakep sekali. 28 tahun lahir dan besar di Denpasar baru kali ini saya bisa melihat Denpasar dari atas sepuasnya.

Di sisi timur, birunya Sanur terlihat jelas. Di sisi selatan ribuan rumah terlihat atapya. Dengan langit biru dan sedikit mendung, melihat Denpasar sore itu ternyata asik sekali. Sayangnya di bagian barat dan utara agak terhalang rimbun pohon di Renon.

Kalau melihat matahari tenggelam atau matahari terbit dari puncak ini pasti jauh lebih asik lagi.

Puas menikmati Denpasar, saya perlahan turun melewati tangga yang sama. Aduh, sama tidak enaknya. Karena takut ketinggian, ketika turun dan melihat lantai bawah monumen, saya tidak hanya takut taoi ngeri. Kok tidak enaknya di bagian akhir ya. [+++]


Yusuf Rey Noldy, warga Denpasar tinggal di daerah Pedungan, Denpasar.
posted by The Balebengong 3:54 PM  
 
3 Comments:
  • At July 4, 2007 at 11:50 AM, Blogger Ayip said…

    Barangkali memang perlu tugas lain mengkomunikasikan monumen ini sebagai museum yang juga sarana pendidikan kepada masyarakat luas terutama yang berada di Bali. Kita tidak terlepas dari gambaran pembangunannya yang lama, statement mengenai fungsinya juga apa saja yang ada di dalamnya. Soalnya saya termasuk ketinggalan jaman untuk tertarik melihat kedalam. Apa gitu ya yang membuatnya menjadi penasaran... Ya tulisan di blog ini mungkin...

     
  • At July 8, 2007 at 1:24 PM, Blogger sinyoe aliando said…

    nice artikel.saya juga yakin kagak semua orang juga tau klo tu monomen bisa dimasuki dan ada beberapa sejaraj bali seperti yang diceritakan.itu juga termasuk saya,hehehe...5,5 tahun tinggal di bali rugi rasanya blum tau hal itu, maybe next holiday saya sempatin deh ksitu, thanks.....

     
  • At April 26, 2008 at 8:30 AM, Blogger Unknown said…

    Wah wah wah ...
    Sama nih ....
    Kalo aq udah kira kira 13 tahun di BALI (mulai dari sd di swastiastu sampai SMA di sma 4) juga belum pernah ke sana ..
    kapan kapan main deh

    By : Sieputra

     
Post a Comment
<< HOME

myprofile
Name: The Balebengong
Home: Denpasar, Bali, Indonesia
About Me: Tiap kabar bisa diceritakan di balebengong. Tidak harus kabar penting, kabar paling pribadi pun bisa. Sebab di balebengong, tiap orang bisa membuat cerita. Tidak hanya membacanya. Untuk berbagi kabar silakan kirim ke antonemus@yahoo.com atau slokainstitute@yahoo.com. Jika ada kabar penting bisa juga SMS ke 0817348794 atau telepon ke 0361-7989495
See my complete profile


previouspost
Memerdekakan Perut di Renon
BEDO BALI DESIGN WORKSHOP
Suci (Plaza)
Es Campur Bikin Kesandung
Merayakan Galungan dengan Jotan
Di Mana Branding Bali Berada?
Pecandu Tuntut Vonis Rehabilitasi
Memilih Tempat Makan di Denpasar
Kuliner
Awas Tertipu Warung Nusa Lembongan


myarchives
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
September 2007


mylinks
TemplatePanic
Blogger


bloginfo
This blog is powered by Blogger and optimized for Firefox.
Blog designed by TemplatePanic.